NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI ; PASANG SURUT NEGARA HUKUM INDONESIA PASCA REFORMASI


2013

Dr. Lina Maulidiana, S.H., M.H.



Lebih dari setengah abad bangsa ini merdeka. Sudah banyak capain yang diraih, namun tidak sedikit problematika yang juga membuat kita bertanya-tanya, pesimis,miris dan bahkan waswas, tentang arah langkah negara hukum kita. Dengan usia kemerdekaan yang hampir mencapai dasawarsa ketujuh, bangsa yang sejak awal diproklamirkan menegaskan sebagai negara hukum modern ini, ternyata masih harus terus berbenah dan mawas diri. Idealisme negara hukum memang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Syarat mutlak capaian itu tentu harus dengan terwujudnya supremasi hukum, persamaan di hadapan hukum, dan dijaminnya hak warga negara atas nama hukum. Akan tetapi, perwujudan ketiga unsur tersebut tampaknya masih harus terus berbenturan dengan tingkah polah para ‘mafia’ dan elite politik  yang hendak mengkerdilkan dan menggadaian bangunan konsepsi negara hukum Indonesia dengan kepentingan individu mereka dan bahkan mengeruk keuntungan (rent-seeking).  
Potret buram tersebut dapat kita lihat juga dari berbagai gemuruh skandal korupsi, konflik politik (political conflict) dan kekerasan kolektif (colective violence) di berbagai daerah. Yang lebih memprihatinkan lagi wabah korupsi tersebut terus menyebar dari tingkat pusat hingga daerah, dari eksekutif, legislatif dan bahkan yudikatif. Termasuk juga melibatkan para petinggi partai penguasa, sehingga berujung pada penyelesaian yang ‘abu-abu’ dan syarat kepentingan. Sekedar menyebut beberapa kasus semisal  kasus Century, kasus Hambalang, kasus Wisma Atlet, dan kasus suap para penegak hukum. Semuanya bertema sama, ‘suap’ dan ‘korupsi’, dengan penanganan yang tak tuntas namun dampaknya semakin menyengsarakan rakyat. 


©2024 Repository Saburai. All rights reserved